JAKARTA,JPI—Meski harga jual rumah subsidi tak kunjung mengalami penyesuaian selama 3 tahun terakhir, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) meminta para pengembang untuk tetap profesional dan tangguh. Ketua Badan Diklat REI MR Priyanto mengatakan, harga rumah bersubsidi belum bergerak, meski indeks kemahalan konstruksi (IKK) terus terkerek naik seiring laju inflasi. Belum lagi, adanya kenaikan tingkat bunga pinjaman bank sentral yang mendorong perbankan untuk menaikkan tingkat bunga pinjamannya.
"Beberapa tahun terakhir harga rumah bersubsidi tidak mengalami perubahan. Jika para developer tidak tangguh menghadapi situasi ini, tentu akan banyak yang bertumbangan," kata Priyanto,
Selama 3 tahun terakhir, pengembang rumah subsidi terus menanti penyesuaian harga rumah subsidi yang tak kunjung selaras dengan kenaikan harga bahan bangunan, serta kenaikan harga BBM. Batasan harga rumah subsidi saat ini tercantum dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) No. 242/KPTS/M/2020 pada Maret 2020. Untuk dapat mengeluarkan keputusan harga rumah baru, Kementerian PUPR masih menunggu terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur besaran kenaikan harga rumah subsidi, khususnya terkait pembebasan biaya pajak pertambahan nilai (PPN).
"Jadi intinya akan segera diterbitkan harga barunya, cuma kenaikannya kelihatannya tidak seperti yang dulu kami perkirakan, kan katanya akan naik 7 persen dulu, tapi kelihatannya ini naiknya sekitar 5 persen," jelasnya.
Hari menerangkan, sebelumnya, pengembang dan Kementerian PUPR telah menyepakati usulan kenaikan rumah subsidi sebesar 7 persen pada awal 2022. Angka tersebut masih di bawah dari usulan para pengembang, yaitu 13 persen. Namun, pengembang menilai kenaikan 7 persen masih lebih baik jika dibandingkan tetap mempertahankan harga dengan kondisi saat ini.
"Kemungkinan karena keterbatasan anggaran ya pemerintah, dan pertimbangan lain mungkin ya, dari BKF sih sesegera mungkin katanya mereka nggak bisa kasih waktu tepatnya," terangnya.