Cianjur, JPI—Rumah rakyat di perkotaan atau pedesaan kebanyakan dibangun oleh tukang tanpa sertifikat dan tidak dirancang tahan gempa. Sementara lebih dari 80 persen rumah di zona kegempaan tinggi adalah rumah rakyat, sehingga berisiko sangat tinggi terkait dengan kegagalan struktur jika ada gempa. Itulah yang terjadi di Cianjur dan beberapa daerah lainnya yang daerahnya rawan bencana gempa. Mengutip data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur, sebanyak 58.049 unit rumah di Kabupaten Cianjur yang mengalami kerusakan akibat gempa yang terjadi Senin, (2/11/22).
“Karena itu kami dari Masyarakat Peduli Perumahan Dan Permukiman Indonesia (MP3i) Pusat dan Jawa Barat serta Asosiasi Srikandi Developer dan Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI) akan mendampingi dan ikut melakukan pengawasan terhadap kualitas dan legalitas rumah-rumah bantuan bagi korban gempa Cianjur yang dibangun oleh pemerintah dan masyarakat,” terang Risma Gandhi, Ketua MP3i Jawa Barat, disela-sela kunjungan ke daerah bencana gempa Cianjur, pekan lalu.
Menurutnya, bangunan tahan gempa seharusnya dibangun di daerah rawan gempa seperti Cianjur, hal itu untuk mitigasi gempa dan meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan. SRIDEPPI lanjutnya akan melakukan pendampingan dengan mengajak siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bangunan untuk terjun langsung dalam pemeriksaan dan pengawasan kostruksi sampai keluarnya Sertifikat Layak Fungsi (SLF) dan upload PBG agar rumah-rumah yang dibangun memiliki legalitas sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam kegiatan SLF, beberapa aspek yang diperhatikan antara lain adalah Keandalan yang meliputi aspek kekuatan bangunan termasuk ketahanan gempa, aspek keamanan bangunan termasuk RTD kebencanaan dan kecelakaan/isidentil Dan aspek kenyamanan bangunan termasuk pergerakan dan sirkulasi serta kapasitas penghuni.
“ Hal itu sesuai amanat PP no 16 tahun 2021 tentang SLF yang menyebutkan bahwa sebuah bangunan harus memiliki SLF sebelum dipergunakan. Bangunan yang harus memiliki SLF ini diantara, bangunan komersil dan Industri, fasilitas kesehatan, bangunan kantor, kantor pemerintahan, bahkan rumah dan bangunan hunian,” terang Ketua Umum SRIDEPPI itu.
Risma berharap otoritas seperti BPBD serta instansi terkait perlu menitikberatkan program mitigasi bencana atau kesiapan sebelum bencana terjadi dan tidak hanya fokus pada tanggap darurat dan rehabilitasi-rekonstruksi
“Lakukan evaluasi terhadap rumah-rumah rakyat yang rentan dan tidak ramah terhadap gempa juga perlu secara rinci dipetakan dan dibuat program mitigasi misalnya dengan retrofit atau penguatan bangunan. Kami dari MP3I dan SRIDEPPI siap berkolaborasi,” pungkasnya.
Survei Lapangan Korban Gempa
Dalam kesempatan survei lapangan, tim MP3i, SRIDEPPI dan tim LPPM ITB juga melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah Cianjur yang dipimpin oleh Asda 2 Kabupaten Cianjur. Pada kesempatan itu Pemda Cianjur menyambut baik niat dari Tim Retrofit, FTUI yang menyumbang Sekolah, dan Tim LPPM ITB yang akan menyumbang konsep Rekonstruksi.
Lukman Hakim, Ketua Umum MP3I menyampaikan maksudnya untuk membangun Pusat Informasi terpadu dan melakukan contoh Retrofit. Selanjutnya MP3I Jawa Barat dan Pemda Cianjur akan melatih dan mensupervisi terhadap pembangunan baru dan retrofit, agar bangunan bangunan tahan terhadap gempa sesuai dengan standar spesifikasi.