Jakarta,JPI—Persatuan perusahaan Realestate Indonesia (REI) menilai perpanjangan pelonggaran down payment atau DP nol persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak efektif sebagaimana insentif PPN DTP. Sebelumnya, kebijakan perpanjangan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk KPR diberlakukan Bank Indonesia (BI) hingga 31 Desember 2023 mendatang.
Wakil Ketua Umum DPP REI Hari Ganie mengatakan insentif yang sudah berlaku sejak lama itu tidak bisa optimal, kalau tidak dibarengi stimulus pemerintah berupa diskon PPN.
"Sebenarnya, kebijakan pasca pandemi yang paling dibutuhkan modelnya bukan LTV tapi insentif PPN DTP," kata Hari seperti dikutip Bisnis.com.
Terlebih, saat ini konsumen banyak berpikir untuk beberapa waktu ke depan yang disinyalir akan ada perlambatan ekonomi. Fasilitas DP nol persen hanya memudahkan pada awal kredit, tetapi memberatkan cicilan KPR. "PPN DTP lebih efektif daripada LTV karena langsung meningkatkan daya beli masyarakat," jelasnya.
Hari menerangkan bukan berarti kebijakan pelonggaran LTV tidak dibutuhkan. Namun, perlu ada mix policy atau kebijakan bauran di mana antara diskon PPN dan pelonggaran DP diberikan untuk menunjang kemampuan beli masyarakat. Dari segi regulasi, pemerintah juga diminta untuk mengencangkan kebijakan terkait perizinan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang masih menjadi hambatan pengembang.
Terakhir, berakhirnya insentif PPN DTP per September 2022 lalu diklaim berkontribusi mempengaruhi penurunan penjualan properti pada kuartal III/2022 menjadi 14 persen. Padahal, kuartal sebelumnya penjualan meningkat 18 persen.
"Dirilisnya laporan kuartal tiga kemarin dimana ada pertumbuhan penjualan 14 persen itu kita mengingatkan lagi kepada pemerintah, bahwa perpanjangan dari insentif PPN DTP itu harus dilakukan oleh pemerintah, kalau nggak properti bisa babak belur," ujarnya.
REI mengungkap laporan kinerja penjualan properti per kuartal III/2022 yang menurun 4 persen dari kuartal sebelumnya. Wakil Ketua Umum DPP REI Hari Ganie mengatakan sejak pandemi Covid-19 bisnis properti masih tertahan, sebab 2 tahun pandemi memicu penurunan hingga 50 persen.
"Puncaknya itu di kuartal II kemarin tumbuh sampai 18 persen, tapi data yang kami peroleh terakhir kuartal III itu penjualan properti turun ke 14 persen," kata Hari, seperti dikutip Bisnis.com.
Sebelumnya, dia menjelaskan, dengan kondisi ekonomi makro yang pulih bisnis properti pun ikut mengalami performa positif. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal II/2022 sebesar 5,4 persen. Selain itu, stimulus pemerintah yang dirilis tahun lalu yaitu Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) mendorong sektor properti untuk tumbuh hingga 18 persen.
"Dirilisnya laporan kuartal tiga kemarin dimana ada pertumbuhan penjualan 14 persen itu kita mengingatkan lagi kepada pemerintah, bahwa perpanjangan dari insentif PPN DTP itu harus dilakukan oleh pemerintah, kalau nggak properti bisa babak belur," ujarnya.
Adapun penurunan dari kuartal sebelumnya diklaim karena konsumen atau pembeli rumah mulai mempertimbangkan kondisi ekonomi tanah air ke depannya. Hal ini dipicu imbauan pemerintah untuk bersiap di tahun 2023 ekonomi akan gelap dan ada ancaman resesi.
Selanjutnya, insentif PPN DTP yang berakhir pada September 2022 lalu tidak lagi diperpanjang oleh pemerintah sampai saat ini. Sentimen menjelang tahun politik hingga hambatan perizinan buntut dari UU Cipta Kerja menjadi akumulasi perlambatan pertumbuhan properti.
Di sisi lain, dia meyakini bahwa saat ini pengembang masih optimis untuk melanjutkan bisnis properti pasalnya suplai tengah melimpah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pameran properti di 10 ibu kota provinsi, juga pameran di Jakarta.
“Kemudian, optimisme kita masih tinggi karena milenial masih banyak yang butuh rumah," tambahnya.
undefined