Oleh: Risma Gandhi (Ketua Umum Asosiasi Srikandi Pengusaha Properti Indonesia)
JAKARTA,JPI-- Mencegah tindak kekerasan pada perempuan dan anak memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk kalangan media yang memiliki peran penting melindungi kaum perempuan. Media memiliki andil cukup besar dalam upaya perlindungan anak. antara lain konsisten memberitakan berbagai isu mengenai isu perempuan dan anak, seperti kekerasan yang dilakukan oleh: kaum lelaki, sesama perempuan atau anak dengan anak.
Pengaruh pers yang luas, dapat menjangkau semua tingkatan, mulai dari anak-anak hingga orang tua, sehingga diharapkan dapat memperluas pemahaman perlindungan perempuan. Pemahaman untuk memperlakukan perempuan dan anak dengan baik, tanpa kekerasan, kepada kaum lelaki, mampu disampaikan melalui tulisan-tulisan, atau film di media massa.
Berbeda jika hal itu dilakukan oleh misalnya seorang aktivis perempuan, para lelaki biasanya tidak mau tahu atau kurang tertarik. Peran media bisa menyampaikan berbagai isu gender ke semua masyarakat, sehingga pemahaman terhadap persamaan gender dan perlindungan perempuan tersebar secara menyeluruh.
Peran media bisa menyampaikan berbagai isu gender ke semua masyarakat, sehingga pemahaman terhadap persamaan gender dan perlindungan perempuan tersebar secara menyeluruh. Terlebih, gerakan perempuan memang belum mendapat perhatian khusus dari kalangan media, sehingga gaungnya tidak tersebar meluas.
Karena itu pemerintah, aktivis perempuan dan media, dapat berkoordinasi dengan baik dan saling berjejaring, guna memaksimalkan upaya perlindungan terhadap perempuan. Dirasakan masyarakat jika hukum di Indonesia belum sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hukum di Indonesia selama ini lebih mengedepankan aturan kepada para pelaku tindak kekerasan.
Oleh karena demikian, penting untuk menyusun suatu upaya hukum yang dapat melindungi hak-hak perempuan dan anak seperti pemberian bantuan psikis yang dapat memulihkan trauma korban ataupun memberikan pendampingan hukum kepada korban. Sedangkan, upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada korban kekerasan yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku, terutama pada UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang mampu memberikan sanksi pidana baik berupa kurungan penjara dan/atau denda lebih berat dari undang-undang yang sebelumnya agar dapat memberikan rasa jera kepada pelaku.
Hak Atas Informasi, Jalan Pemberantasan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak
Dalam masyarakat dengan kultur patriarki yang kental, kaum perempuan menjadi salah satu kategori populasi yang paling rentan, terpinggirkan, dan menderita karena akses informasi yang terbatas. Informasi karenanya sangat dibutuhkan untuk menjadi alat dalam mengatasi rantai kesengsaraan yang dihadapi perempuan seperti— kekerasan, kemiskinan, buta huruf, serta partisipasi yang sederajat dan berkualitas.
Hal terpenting terhadap kaum perempuan, mesti dipastikan kesamaan hak atas informasi, Jangan sampai berulang kendala adat budaya dalam pembuatan kebijakan yang peka gender, atau pembiaran pada pengecualian perempuan untuk berpartisipasi dalam penyampaian pengaduan atau pengambilan kebijakan dari level nasional hingga level desa sekalipun. Jangan ada parit, benteng, atau tembok penghalang pada pemberantasan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Sebagian perempuan sering menghadapi beban ganda, dalam bentuk mencari nafkah sambil mengurus keluarga mereka. Sebagai akibat dari situasi beban ekonomi nasional dihadapkan dengan terbatasnya kesempatan ekonomi dan pendidikan, maka jumlah perempuan karir juga tinggi. Di sisi lain, banyak yang masih di bawah garis kemiskinan. Dengan akses yang baik terhadap informasi, perempuan dapat memanfaatkan peluang untuk mengubah hidup, keluarga, dan masyarakat.
Cara Melaporkan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Kerap kali, korban kekerasan tidak menyuarakan apa yang mereka alami, baik itu kekerasan secara fisik, mental, maupun seksual. Banyak di antara korban yang kesulitan melapor atau tak berani untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) para korban kekerasan dapat melapor melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Selain melapor ke layanan SAPA 129, masyarakat bisa melapor kekerasan yang dialami atau yang diketahui melalui WhatsApp di 08111129129. Call center SAPA 129 ini bertujuan mempermudah akses bagi korban atau pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pendataan kasusnya. Layanan yang disediakan bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Indonesia) dan merupakan revitalisasi layanan pengaduan masyarakat Kemen PPPA untuk melindungi perempuan dan anak.
*Dari berbagai sumber