Jakarta,JPI—Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengemukakan pada dasarnya peningkatan kasus infeksi Covid-19 terjadi akibat adanya kerumunan penduduk. Dengan ketidakpastian mengenai kapan pandemi akan berakhir, maka menjadi penting bagi para perencana wilayah dan kota perlu mengatur bagaimana tata ruang tidak berpotensi menimbulkan kerumunan.
“Penting bagaimana tata ruang dan rancang bangunan dapat mengakomodasi lebih banyak ruang terbuka, sirkulasi udara, dan cahaya matahari untuk mematikan virus,” ungkap Menkes pada dalam webinar Alumni Bicara #2 dengan tema ”Perencanaan di Masa Pandemi: Bagaimana Mempersiapkan Ruang di Masa Depan”
Kegiatan yang diselenggarakan Alumni Planologi ITB (API) dalam rangka Hari Ulang Tahun Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung ke-62, yang diselenggarakan secara daring, itu mengajak masyarakat untuk dapat menghadapi badai pandemi ini layaknya para nenek moyang bangsa Indonesia yang merupakan para pelaut dalam menghadapi badai di lautan.
“Badai pandemi perlu dihadapi dengan memahami dengan baik karakter badainya dan bersama-sama secara kompak menggunakan kepandaian dan keahlian kita semua,” kata Budi, seperti dikutip Industriproperti.com
Budi Sadikin juga kembali mengingatkan pentingnya memahami pandemi melalui data dan riset serta upaya untuk meratakan kurvanya agar perencanaan dapat menghasilkan kebijakan yang paling tepat untuk membawa Indonesia keluar dari pandemi.
Pada kesempatan tersebut tersebut, Ketua Harian Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) Provinsi Jawa Barat, Diding Sakri menyampaikan bahwa perencanaan perlu memerhatikan karakter pandemi dan dampaknya yang bersifat regional, terutama terkait dengan ekonomi dan ketenagakerjaan.
Diding menyebut kasus Covid terkonsentrasi di perkotaan yang didominasi kegiatan sektor manufaktur dan jasa. Pemerintah Provinsi Jawa Barat kemudian memfokuskan vaksinasi di daerah-daerah dengan kasus infeksi Covid terbesar dan saat ini vaksinisasi di provinsi itu adalah yang tercepat di Jawa.
Sementara itu, Kepala Bappeda DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono, yang juga menjadi narasumber dalam kesempatan tersebut, menyampaikan sejumlah penyesuaian yang harus dilakukan oleh Pemprov DKI dalam hal penganggaran dan perencanaan tata ruang. Salah satu isu penting yang dihadapi DKI saat ini adalah peningkatan jumlah anak yatim/piatu yang perlu dibantu oleh pemerintah dalam jangka panjang.
Djoko menyebut bahwa selain menghadapi pandemi, DKI juga tetap perlu tetap mengejar tujuan-tujuan pembangunan utama untuk mengantisipasi masa depan, antara lain visi DKI Jakarta untuk menjadi pandemic-proof city, crisis-resilient city, digitally advanced city, dan sustainable & livable city.
Peneliti Digital Business Ecosystem Research Center Dodie Tricahyono menegaskan pentingnya memahami perubahan gaya hidup, akibat pandemi yang menjadi masukan ke dalam model pertumbuhan perkotaan untuk mengetahui dampak pandemi terhadap tata ruang.
“Pandemi Covid-19 mempercepat transformasi digital yang akan menjadikan teknologi digital tidak sekedar teknologi namun juga lifestyle. Percepatan transformasi ini perlu diantisipasi dan dikawal oleh perencanaan, karena meskipun IoT dapat memberikan efisiensi dalam berbagai proses, namun tidak otomatis akan meningkatkan kualitas kehidupan,” kata Dodie.
Disisi lain, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menyebut bahwa selama pandemi Covid-19, banyak penduduk yang memilih untuk menghindari kerumunan di pusat kota. Alhasil, permintaan lahan di wilayah pinggir kota akan meningkat, sehingga harga lahan juga akan meningkat dan berisiko membuat sulit penduduk berpenghasilan rendah untuk dapat mengakses ruang untuk tempat tinggal.
Selama pandemi juga menurut Faisal, telah terjadi peningkatan pertumbuhan pendapatan dari minimarket, sementara supermarket atau retail besar justru anjlok. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi kegiatan ekonomi perdagangan yang dekat dengan tempat tinggal penduduk
Sementara itu, Strategi & Desain Team WWF Indonesia WWF Indonesia, Pitra Moeis mengingatkan pentingnya untuk menyadari dan memahami perbedaan dampak pandemi dan tata ruang antara Jawa dan di wilayah lainnya di Indonesia. “Pendekatan dan muatan perencanaan harus dirumuskan secara spesifik menyesuaikan dengan karakteristik wilayah yang akan direncanakan,” tutur Pitra