Jakarta,JPI—Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mencatat penurunan penjualan di pasar primer sepanjang kuartal II/2021, meskipun harga properti residensial di periode tersebut cenderung naik.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan bahwa hasil SHPR mencatat penjualan rumah di kuartal II/2021 mengalami penurunan hingga 10,01 persen secara tahunan atau year on year (yoy) Penurunan penjualan terbanyak terjadi pada rumah kecil yang merosot hingga 15,4 persen yoy, sedangkan rumah tipe besar anjlok 12,99 persen yoy.
Sementara itu, rumah tipe menengah masih mampu tumbuh 3,63 persen yoy. Secara kuartalan, penjualan properti residensial pada kuartal II/2021 juga mengalami penurunan. Penjualan properti residensial primer pada periode itu turun sebesar 13,02 persen qtq. “Penurunan penjualan rumah terjadi pada seluruh tipe rumah, dan penurunan terdalam terjadi pada rumah tipe besar,” katanya, Jumat (13/8/2021).
Erwin menambahkan, terhambatnya pertumbuhan penjualan properti disebabkan oleh kenaikan harga bahan bangunan, masalah perizinan dan birokrasi, suku bunga KPR, proporsi uang muka tinggi dalam pengajuan KPR, dan perpajakan.
Sementara itu, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa penurunan penjualan properti pada kuartal II/2021 disebabkan oleh mulai habisnya stok rumah yang siap huni.
“Ada beberapa pengembang yang tidak bisa berjualan karena stok rumah siap huni yang bisa memanfaatkan stimulus PPN mulai Juni akhir sudah habis. Jadi memang ada penurunan,” ujarnya.
Selain itu, penurunan penjualan properti juga disebabkan oleh pemberlakuan PPKM yang dilakukan oleh pemerintah. PPKM yang diterapkan pemerintah secara signifikan telah membatasi mobilitas calon konsumen dalam melihat rumah yang akan dibelinya.
“Jadi meskipun bisa secara digital, tetapi tetap saja membeli rumah ini perlu datang ke site visit, administrasi akad juga dilakukan dengan datang langsung, sehingga memang PPKM berdampak pada penurunan penjualan rumah,” tuturnya. Namun demikian, dia meyakini perpanjangan stimulus Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) akan berdampak pada penjualan properti yang akan terus meningkat hingga akhir tahun. Hal ini dikarenakan pengembang dapat menjual rumah indent dan memiliki waktu untuk membangun rumah.
“Daya beli masih ada, dengan perpanjangan stimulus pengembang dapat menawari rumah indent, dan memiliki waktu membangun. Kami berharap perbankan juga tak terlalu selektif,” pungkasnya.