JAKARTA, JPI—Kebutuhan akan tempat tinggal, khususnya rumah tapak setiap tahunnya selalu meningkat. Angka backlog pun terus bertambah, untuk mengatasinya pemerintah memiliki program dengan target zero backlog pada 2045 mendatang. Untuk mengatasinya diperlukan kreativitas pembiayaan untuk mengejar backlog hunian. Terlebih pada pemerintahan baru mendatang, yang memiliki program pembangunan 3 juta unit rumah setiap tahunnya.
Junaidi Abdillah Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) mengatakan, di tengah dana APBN yang terbatas, harus ada terobosan berani dan kongrit dari pemerintah untuk mengatasi angka backlog.
“Sumber-sumber dana non APBN bisa dipungut pemerintah, untuk membiayai kepemilikan rumah setiap tahun. Pembiayaan ini macam-macam, ada dana pemerintah, dana investasi dari luar juga bisa kalau masuk ke Tapera. Banyak macam jenisnya. Visinya memperkuat penyaluran KPR untuk semua masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," jelas Junaidi di Jakarta, Kamis (18/7).
Junaidi menambahkan, APERSI melihat Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) bisa melakukan tugas tersebut karena sesuai amanat undang undang, tugas utamanya memang untuk mempercepat penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).
Secara regulasi, lanjutnya, BP3 sudah memiliki payung hukum yang kuat dan lengkap. Yaitu UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) 12 tahun 2021 tentang perubahan atas pertauran perumahan dan permukiman, dan Peraturan Presiden 9 tahun 2021 tentang BP3. Regulasi turunan yang mengatur soal organisasi dan tata kerja sekretariat BP3, Tata cara Pengakatan dan Pemberhentian Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BP3 juga sudah lengkap.
“Kami berharap pemerintah segera mengeksekusi kelembagaan BP3 untuk nanti bisa menjalankan program 3 juta rumah yang digagas oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran,” tambahnya.
Meskipun ada BP3, APERSI juga mendorong keberadaan Kementerian Perumahan dan Perkotaan di pemerintahan baru mendatang. Pasalnya, BP3 akan berfokus sebagai eksekutor. Sedangkan Kementerian Perumahan dan Perkotaan sebagai regulator, sehingga keduanya tetap dibutuhkan.
“BP3 dan Kementerian adalah dua hal yang berbeda. BP3 sebagai kelembagaan teknis untuk eksekutor penguatan pembiayaan dan penyediaan perumahan. Keberadaan BP3 justru akan memperkuat dan memudahkan kementrian dalam mengeksekusi capaian 3 juta unit rumah,” timpalnya.
BP3 lanjut Junaidi bahkan bisa mempercepat angka zero backlog perumahan di 2033. “Dalam simulasi perhitungan kami,jika ada BP3 saja, maka angka backlog pada 2033 dapat teratasi. Namun, nantinya jika BP3 dan Kementerian Perumahan dan Perkotaan berjalan, maka penyelesaian angka backlog akan lebih cepat,”pungkasnya.
APERSI menargetkan mereka bisa membangun 1,8 juta rumah setiap tahunnya jika BP3 ini berjalan. Dengan begitu masalah backlog di Indonesia dapat tuntas pada 2033. Untuk itu dibutuhkan sekitar Rp 80 triliun dari dana konversi dan dana penyertaan di awal, dana ini akan terus turun seiring kebutuhan backlog di Indonesia berkurang.
Maksimalkan Peran Koperasi
APERSI melihat pembangunan perumahan tidak pernah menyetuh hingga ke pedesaan dan tidak pernah menjadi fokusan pembangunan, padahal di sana masih banyak masyarakat yang kesulitan memiliki rumah.
"Program yang kita tawarkan sampai ke desa-desa. Untuk yang terakomodir bank. Karena koperasi tau masyarakat tau anggotanya. Koperasi penjamin," ungkap Junaidi yang menegaskan telah membuat kajian terkait perumahan di desa yang terkendala oleh regulasi karena kebanyakan profesinya petani, nelayan dan lainnya yang disebut pekerja non formal sehingga tak memiliki akses perbankan terkait KPR.
Junaidi membahkan, kami mendorong peran koperasi sebagai penjamin MBR di desa dan kelurahan agar bisa mengajukan KPR. Junaidi menilai, koperasi dengan konsep keanggotaan bisa menilai kredibilitas seseorang.
"Koperasi ini kan bedanya, pasarnya (untuk) yang tidak terakomodir bank, biarlah koperasi yang mengurusi sebagai afalisnya, sebagai penjamin. Tapi pembiayaannya biarlah BP3 melalui dana konversi," jelas Junaidi.
Selain dibantu oleh Koperasi, APERSI juga mengajak Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai penjamin kalangan MBR di desa atau kelurahan untuk mengambil KPR. Jika dari desa sudah terbantu untuk pembelian rumah, angka kebutuhan rumah atau backlog mudah diketahui. Dari desa, penyelesaian masalah backlog di Indonesia juga akan dengan cepat teratasi hingga ke perkotaan.