JAKARTA, JPI—Praktisi Penyelenggaraan perumahan Rakyat Dwi Nurcahya, merasa heran kenapa justru pekerja yang keberatan dengan keberadaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Menurutnya keberadaan Tapera justru menguntungkan para pekerja. Hal itu karena 0,5% yang asalnya dari pemberi kerja itu masuk sebagai pendapatan dan disimpan ke Tabungan perumahan untuk pekerja. Sedangkan 2,5% nya yang asalnya dari pekerja itu sendiri uangnya juga tidak hilang. Masuk ke tabungan pekerja untuk dikelola dan dipupuk dananya. Dari situ dimanfaatkan untuk pekerja bisa punya rumah atau renovasi sesuai manfaatnya.
“Pekerja akan bisa lebih mudah mendapatkan rumah karena sifatnya gotong royong. Yang mampu membantu yang kurang mampu. Belum lagi nanti akan ada berbagai stimulan yang diberikan pemerintah sehingga memudahkan pekerja memiliki rumah. Bagi pekerja yang belum memanfaatkan Tapera makai a akan dapat keuntungan dari pemupukan dana yang pengelolaannya dilakukan BP Tapera, sebagai operator investasi ,” ungkapnya.
Sebaliknya jika pengusaha yang keberatan akan keberadaan Tapera, maka pengembang subsidi di Kalimantan Tengah itu memakluminya.
“Mereka pengusahakan diminta ikut partisipasi dalam Tapera. Wajar (keberatan) karena mereka harus menyiapkan dana setiap bulan untuk ditabung oleh pekerja. Jadi itu menjadi dana Tabungan pekerjanya, bukan (menjadi) dana Perusahaan. Jika kemudian Pekerja yang keberatan saya heran. Jangan sampai (pekerja) salah menafsirkan,” terangnya.
Problematika yang terjadi saat ini menurutnya hanya soal sosialisasi. Dan sosialisasi ini tentunya dari pihak BP Tapera. Harus menyampaikan dengan baik. Bahwa justru pekerja diuntungkan. Gaji mereka tidak dipotong dalam artian hilang. Tetapi disimpan lewat tabungan perumahan. Dan bisa diambil jika penabung tidak memanfaatkan. Jelaskan juga kapan bisa dicairkan, usulnya,
Dwi meminta pemerintah dan lembaga terkait, lebih masif lagi melakukan sosialisasi. Karena banyak pihak yang salah menangkap informasi terkait iuran Tapera. Padahal iuran Tapera salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kesenjangan angka kebutuhan rumah atau backlog.
“Jangan sampai masyarakat ribut seperti sekarang. Harus ada yang menyampaikan dengan baik,” pungkasnya.